Gelombang PHK Landa Industri Media, Kenapa?
May 7, 2025
Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda industri media. Diawali dengan ditutupnya media-media cetak sejak era internet atau era media digital, kini PHK juga melanda jurnalis media TV dan media online.
Kenapa gelombang PHK melanda industri media? Bagaimana masa depan media massa? Bagaimana nasib profesi wartawan atau jurnalis?
Penurunan pendapatan menjadi alasan utama PHK dan penutupan media. Perusahaan media mengaku keputusan PHK ini diambil karena harus menyesuaikan diri dengan kondisi industri yang terus berubah cepat.
Penurunan pendapatan menjadi alasan utama PHK dan penutupan media. Perusahaan media mengaku keputusan PHK ini diambil karena harus menyesuaikan diri dengan kondisi industri yang terus berubah cepat.
Emang apa sih penyebabnya?
Kompas TV, salah satu pemain besar di industri televisi di Indonesia saat ini, juga disebut melakukan PHK terhadap sekitar 150 karyawan.
Meskipun belum ada konfirmasi langsung dari manajemen, Dewan Pers menerima laporan terkait hal ini.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyebut angka yang tercatat kemungkinan jauh lebih kecil dari kenyataan karena banyak media tidak terbuka.
Bandingkan saja dengan media arus utama yang harus tunduk pada prinsip keberimbangan dan verifikasi, proses yang memakan waktu.
Pilihan pengiklan ini memengaruhi banyak hal. Media sosial menawarkan kecepatan, kemudahan, dan kedekatan dengan audiens.
Sementara itu, media konvensional harus menjaga kualitas konten dan integritas.
Tidak heran jika banyak perusahaan lebih memilih kampanye di platform seperti TikTok, Instagram, atau YouTube.
Anda juga mungkin lebih sering menemukan berita pertama kali di sana, bukan?
Meskipun belum ada konfirmasi langsung dari manajemen, Dewan Pers menerima laporan terkait hal ini.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyebut angka yang tercatat kemungkinan jauh lebih kecil dari kenyataan karena banyak media tidak terbuka.
Turunnya Nilai Iklan Jadi Alasan Utama
Seiring bergesernya strategi pengiklan, media sosial kini jadi tempat favorit untuk promosi karena dinilai lebih efektif, fleksibel, dan punya jangkauan yang lebih luas.Bandingkan saja dengan media arus utama yang harus tunduk pada prinsip keberimbangan dan verifikasi, proses yang memakan waktu.
Pilihan pengiklan ini memengaruhi banyak hal. Media sosial menawarkan kecepatan, kemudahan, dan kedekatan dengan audiens.
Sementara itu, media konvensional harus menjaga kualitas konten dan integritas.
Tidak heran jika banyak perusahaan lebih memilih kampanye di platform seperti TikTok, Instagram, atau YouTube.
Anda juga mungkin lebih sering menemukan berita pertama kali di sana, bukan?
Apa ini semua gara-gara AI juga?
Ya, teknologi seperti AI dan agregator berita memperparah tekanan yang dirasakan media.
Dengan kecanggihan saat ini, orang bisa mendapat informasi ringkas dari satu halaman Google tanpa mengklik tautan berita. Hasilnya, trafik ke situs media anjlok, dan peluang iklan digital ikut turun drastis.
Lalu, Muncul Tantangan Tambahan Dari Pemerintah
Kebijakan pemangkasan anggaran di era Presiden Prabowo berdampak langsung pada iklan dari kementerian dan lembaga negara.
Padahal, instansi-instansi ini sebelumnya menjadi salah satu penyumbang iklan terbesar, khususnya bagi media lokal dan daerah.
Penurunan ini dirasakan di semua lini, dari pusat sampai daerah, dan dari sektor swasta maupun pemerintah. Banyak media akhirnya terpaksa memangkas biaya atau mencari cara baru untuk bertahan.
Apakah ada strategi alternatif?
Beberapa perusahaan mencoba melakukan diversifikasi dengan membuka lini bisnis baru, seperti event organizer atau layanan data.
Ada juga yang mulai mengembangkan model langganan konten berbayar. Harapan mereka tertuju pada publisher rights, agar konten media bisa dibayar oleh platform digital seperti Google. Tapi implementasinya belum masif dan merata.
Lalu bagaimana dengan media televisi?
Ini mungkin sektor yang paling berat bebannya. Biaya operasional tinggi, pendapatan iklan terus menurun, dan mayoritas audiens sudah beralih ke media sosial.
Data dari Nielsen menunjukkan penurunan iklan televisi sebesar 23 persen pada awal 2025.
Sekitar 70 persen masyarakat kini lebih memilih mendapatkan berita dari media sosial.
Dengan kecanggihan saat ini, orang bisa mendapat informasi ringkas dari satu halaman Google tanpa mengklik tautan berita. Hasilnya, trafik ke situs media anjlok, dan peluang iklan digital ikut turun drastis.
Lalu, Muncul Tantangan Tambahan Dari Pemerintah
Kebijakan pemangkasan anggaran di era Presiden Prabowo berdampak langsung pada iklan dari kementerian dan lembaga negara.
Padahal, instansi-instansi ini sebelumnya menjadi salah satu penyumbang iklan terbesar, khususnya bagi media lokal dan daerah.
Seberapa besar dampaknya?
Menurut AMSI, belanja iklan di media anjlok hingga 80 persen pada kuartal pertama 2025.Penurunan ini dirasakan di semua lini, dari pusat sampai daerah, dan dari sektor swasta maupun pemerintah. Banyak media akhirnya terpaksa memangkas biaya atau mencari cara baru untuk bertahan.
Apakah ada strategi alternatif?
Beberapa perusahaan mencoba melakukan diversifikasi dengan membuka lini bisnis baru, seperti event organizer atau layanan data.
Ada juga yang mulai mengembangkan model langganan konten berbayar. Harapan mereka tertuju pada publisher rights, agar konten media bisa dibayar oleh platform digital seperti Google. Tapi implementasinya belum masif dan merata.
Lalu bagaimana dengan media televisi?
Ini mungkin sektor yang paling berat bebannya. Biaya operasional tinggi, pendapatan iklan terus menurun, dan mayoritas audiens sudah beralih ke media sosial.
Data dari Nielsen menunjukkan penurunan iklan televisi sebesar 23 persen pada awal 2025.
Sekitar 70 persen masyarakat kini lebih memilih mendapatkan berita dari media sosial.
Jika industri media massa saja kolaps, bagaimana dengan blogger? Wuihhhh.... lebih tragis lagi! Betul gak, para blogger? Era kejayaan blog mulai luntur ketika media sosial mulai merajai internet. Padahal, blog juga termasuk media sosial lho!
Sumber: X @tempodotco
Newest
You are reading the newest post
You are reading the newest post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Gelombang PHK Landa Industri Media, Kenapa?
Post a Comment